Selasa, 19 Mei 2015

Baru muncul

Selamat siang semuanya...
sorry baru keliatan...
selamat beraktifitas ya...
semangat trus kerjanya....

Rabu, 02 Februari 2011

Fian D'green: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUARGA DALAM MENCEGAH TERJADINYA KEKAMBUHAN ASMA BRONKIALE DI RSUD PATUT PATUH PATJU GERUNG

Fian D'green: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUARGA DALAM MENCEGAH TERJADINYA KEKAMBUHAN ASMA BRONKIALE DI RSUD PATUT PATUH PATJU GERUNG

SOFIAN ISWANDI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUARGA DALAM MENCEGAH TERJADINYA KEKAMBUHAN ASMA BRONKIALE DI RSUD PATUT PATUH PATJU GERUNG

BAB 2
TINJAUAN TEORI

Dalam bab ini akan dibahas tentang : 1) pengetahuan, 2) sikap, dan 3) asma bronkiale.
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu; indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo, pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu :
a.       Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari adalah menyebutkan, menguraikan, mendifinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b.      Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
c.       Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat siartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks atau situasi lain.
d.      Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menggambarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.
e.       Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f.       Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justufikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian in berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.
Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi :
a)         Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi :
1.      Penyebab penyakit
2.      Gejala atau tanda-tanda penyakit
3.      Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan
4.      Bagaimana penularannya
5.      Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.
b)      Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi :
1.      Jenis-jenis makanan yang bergizi
2.      Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya
3.      Pentingnya olahraga bagi kesehatan
4.      Penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba, dan sebagainya.
5.      Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebaginya bagi kesehatan, dan sebagainya.
c)      Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
1.      Manfaat air bersih
2.      Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat, dan sampah
3.      Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat
4.      Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan, dan sebagainya.
(Notoatmodjo, 2007)
Menurut Notoatmodjo (2003) yang dikutip oleh Rini (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu :
1)      Pengalaman       
Pengalaman artinya berdasarkan pemikiran kritis akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman hanya dicatat saja. Pengalaman yang disusun sistematis oleh otak maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan.
2)      Pendidikan
Pendidikan berhubungan dengan pengembangan dan perubahan kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan aspek kelakuan yang lain. Pendidikan adalah proses belajar dan mengajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat.
3)      Informasi
Dengan memberikan informasi tentang kebiasaan hidup sehat dan cara pencegahan penyakit diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan dalam diri individu / kelompok sasaran yang berdasarkan kesadaran dan kemauan individu yang bersangkutan.
4)      Sosial budaya
Semua orang hidup dalam kelompok dan saling berhubungan melalui lambing - lambang, khususnya bahasa. Manusia mempelajari kelakuan orang lain di lingkungan sosialnya. Hampir segala sesuatu yang dipikirkan, dirasakan bertalian dengan orang lain, bahasa, kebiasaan, makan, pakaian, dan sebagainya dipelajari dari lingkungan sosial budayanya.
5)      Umur
Menurut Ahmadi (2001), bahwa dengan bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya.
6)      Intelegensi
Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu model untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah. Perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan.
2.1.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo. 2007).
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan (Aswar. 2008).
Menurut La Pierre (1934), sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu respon terhadap stimuli sosial yang telam terkondisikan.
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok antara lain :
a.       Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b.      Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c.       Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
1)      Struktur sikap
Menurut Aswar (2008), struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu :
a.       Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b.      Komponen afektif menyangkut masalah emosional, subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan pribadi sering kali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
c.       Komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang di hadapi. Kaitan ini di dasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.
2)      Pengukuran sikap
Menurut Aswar (2008), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


a.    Observasi Perilaku
Kalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten, dapat ditafsirkan  sikapnya dari bentuk perilaku yang tampak. Dengan kata lain untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu.
b.   Penanyaan langsung
Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu meengenai dirinya sendiri, dan kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Oleh karena itu dalam metode ini, jawaban yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka.
c.       Pengungkapan langsung
Suatu pengungkapan langsung (Direct assemant) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan sistem tanggal maupun  sistem ganda. Responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju.
d.      Skala sikap
Metode pengungkapan sikap dalam bentuk skala report yang hingga kini dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh individu. Dari respons subjek pada setiap pertanyaan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang.
e.       Pengukuran terselubung
Metode terselubung (Covert measures) sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang telah dikemukakan diatas, akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melakukan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi lebih di luar kehendak orang yang bersangkutan.
3)      Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1.      Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2.      Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelsaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.


3.      Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4.      Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
4)      Ciri-ciri sikap
Beberapa ciri-ciri sikap diantaranya sebagai berikut :
a.       Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan syarat motif-motif biogenitis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
b.      Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan dan syarat tertentu.
c.       Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan terhadap suatu objek. Sikap terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenan dengan suatu objek yang dapat  dirumuskan secara jelas.
d.      Objek sikap, dapat  merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut (Ahmadi, 2002).
Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja, melainkan melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu dengan individu lain di sekitarnya (Purwanto, 2009).

5)      Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah :
a.       Faktor internal
Faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan seperti selektifitas.
b.      Faktor eksternal yang merupakan faktor di luar manusia
Sifat objek yang di jadikan sasaran sikap, kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap, sikap orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut, media komunikasi yang digunakan dalam penyampaian sikap dan situasi pada saat sikap terbentuk.
Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui  4 macam cara antara lain:
1.      Adopsi
Kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam individu dan memepengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2.      Deferensiasi
Dengan perkembangan intelegensi, bertambahnya pengalaman sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang di pandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapat objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3.      Integritas
Pembentukan sikap dasar terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu.

4.      Trauma
Pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.          
6)      Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap meliputi :
1.      Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
2.      Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komoponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan mempengaruhi pembentkan sikap kita terhadap sesuatu. Misalnya : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.
3.      Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
4.      Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5.      Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti individu.
6.      Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Aswar. 2008).
2.1.3        Asma Bronkiale
1.      Definisi
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma (Ngastiyah, 2005: 82).
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner & Suddarth, 2001: 611).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkiale yang mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) (Somantri. I, 2009: 50)
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma merupakan suatu penyakit dengan ciri meningkatnya trakea dan bronkus terhadap rangsangan dengan tanda-tanda yang khas seperti bunyi nafas mengi, batuk dan sesak napas.
2.      Etiologi
Penyebab asma belum diketahui dengan pasti, tetapi faktor penyebab yang sering menimbulkan asma adalah :
1.      Alergen. Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagodes Pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang lainnya dan lain-lain.
2.      Insfeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah satu pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkiale. Diperkirakan, dua pertiga (2/3) penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan
3.      Aktivitas fisik yang berlebihan. Sebagian penderita asma bronkiale akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah contoh dua jenis kegiatan yang paling mudah menimbulkan serangan asma.
4.      Lingkungan kerja. Banyak bahan dalam lingkungan kerja yang dapat menimbulkan asma, baik melalui mekanisme imunologis ataupun nonimunologis.
5.      Emosi. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil keperibadiannya.
(Muttaqin. A, 2008: 173).
3.       Tipe Asma Bronkiale
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed), antara lain :
a)      Asma Alergi/ekstrinsik merupakan suatu bentuk asma yang disebabkan oleh alergen (misalnya, bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari makanan dan lain-lain).
b)      Idiopatik atan Nonalergik Asma/Instrinsik merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik, faktor-faktor seperti Command cold, infeksi saluran pernafasan atas, aktifitas emosi, dan polusi lingkungan dapat mencetuskan serangan asma.
c)      Asma Campuran merupakan bentuk asma yang paling sering di temukan. Dikarakteristik dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopaatik atau nonalergik (Somantri. I, 2009: 50).
4.      Tanda Dan Gejala Asma
1.      Serangan sering mulai pada tengah malam, dengan batuk-batuk kering tanpa sputum
2.      Bising nafas mengi (wheezing)
3.      Terasa ada konstriksi didalam dadanya.
4.      Kadang-kadang tanpa pengobatan penderita akan mengeluarkan sputum dan serangan akan berhenti
5.      Sputum khas, tampak keputih-putihan dan spiral yang bercabang-cabang dapat ditemukan yang merupakan silinder dari bronkus kecil.
6.      Bunyi mengi pada waktu inspirasi dan ekspirasi akan terdengar
7.      Pada perkusi letak diafragma rendah, bunyi nafas pokok lemah dan terdengar mengi pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
8.      Napas sangat sesak dan pucat serta sianosis.
(Subea. W, 2005: 56)
Menurut Suyono (2001), Berdasarkan pengobatan farmakologis sistemik anak tangga, maka menurut berat ringanya gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 (empat) tahap :
1.      Asma intermitan
a.       Gejala intermiten (kurang dari sekali seminggu)
b.      Serangan singkat (beberapa jam sampai hari)
c.       Gejala asma malam kurang dari 2 kali sebulan
d.      Diantara serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal.
2.      Asma persisten ringan
a.       Gejala lebih dari satu kali seminggu, tetapi kurang dari satu kali perhari
b.      Serangan mengganggu aktifitas dan tidur
c.       Serangan asma malam lebih dari 2 kali setiap bulan
3.      Asma persisten sedang
a.       Serangan mengganggu aktifitas dan tidur
b.      Serangan asma pada malam hari lebih dari satu kali seminggu
c.       Setiap hari menggunakan agonis beta 2 hirup
d.      Gejala setiap hari
4.      Asma persisten berat
a.       Gejala terus menerus, sering mendapat serangan
b.      Gejala asma malam dan siang, aktifitas fisik terbatas karena gejala asma bronkiale.
c.       Aktifitas fisik terbatas karena gejala asma
5.      Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B. asma diaktifkan oleh interaktif antara antigen dan molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast. Sebagian besar allergen dan molekul IgE yang bersifat airbone. Alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak. Namun, dilain kasus terdapat pasien yang sangat responsive, sehingga sejumlah kecil alergen masuk kedalam tubuh sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Pengobatan yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis β androgenik, dan bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitive-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif.
Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis β-adregenik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktifitas jalan nafas. Oleh karena itu, antagonis β-adrenergik harus dihindarkan pada pasien tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industri makanan. Pada umunya tubuh akan terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Faktor penyebab tersebut ditambah dengan sebab internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan dikeluarkannya subtansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamine, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat tersebut menimbulkan tiga gejala seperti ; berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekresi mucus.
Faktor pencetus serangan asma: Alergen, Infeksi saluran napas, tekanan jiwa, olahraga, obat-obatan, polusi udara, lingkungan kerja.
Hipereaktivitas bronkus
Edema mukosan dan dinding bronkus
Hipersekresi mukus
Peningkatan usaha dan prekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan
Ketidakefektifan jalan nafas
Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan, dan keletihan fisik
Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis
Peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara reversibel
-    Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
-    Gangguan pemenuhan ADL
-    Kecemasan
-    Ketidaktahuan/pemenuhan informasi
-    Resiko tinggi ketidakefektivan pola napas
-    Gangguan pertukaran gas
Status asmatikus
Gagal napas
Kematian
Patofisiologi asma bronkiale (Muttaqin. A, 2008: 174)

 





















Pengobatan Asma menurut GINA (global initiative for Atshma), komponen dalam pengobatan Asma Bronkiale, yaitu :
1.      Penyuluhan kepada pasien
Pengobatan asma memerlukan waktu jangka panjang, diperlukan kerjasama antara pasien, keluarganya serta tenaga kesehatan. Hal ini dapat tercapai bila pasien dan keluarganya memahami penyakitnya, obat-obat yang dipakai serta efek samping.
2.      Penilaian derajat beratnya asma
Penilaian derajat beratnya asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan uji faal paru dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil pengobatan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, banyak pasien asma yang tanpa gejala, ternyata pada pemeriksaan uji faal parunya menunjukkan adanya obstruksi saluran napas.
3.      Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan
Diharapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus serangan asma makin berkurang atau derajat asma makin ringan.
4.      Perencanaan obat-obatan jangka panjang
Untuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat mengendalikan asma, ada 3 hal yang harus dipertimbangkan :


a)      Obat-obat anti asma
1)      Pencegahan (Controller) yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan tujuan agar gejala asma persisten tetap terkendali. Misalnya : kortikosteroid hirup, kortikosteroid sistemik, agonis β 2 kerja panjang hirup (salmaterol dan formoterol) dan lain-lain.
2)      Penghilang (Reliever), obat penghilang gejala yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera. Misalnya : agonis β 2 kerja pendek (short-acting), anti kolenergik hirup dan lain-lain.
b)      Pengobatan farmakologis berdasarkan sistem anak tangga
Berdasarkan pengobatan farmakologis sistemik anak tangga, maka berat ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 derajat :
1)      Gejala intermiten (kurang dari sekali seminggu)
2)      Asma persisten ringan
3)      Asma persisten sedang
4)      Asma persisten berat
c)      Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah pasien
Sistem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien mengetahui perjalanan dan kronisitas asma, memantau kondisi penyakitnya, mengenal tanda-tanda dini serangan asma dan dapat bertindak sesegera untuk mengatasinya.


5.      Merencanakan pengobatan Asma Akut (serangan asma)
Prinsip pengobatan ama akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan pemberian bronkodilator aerosol dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kostikoteroid sistemik.
6.      Berobat secara teratur
Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, pasien asma pada umumnya memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga kesehatan (Sundaru. H, 2006: 248)
Untuk melihat derajat beratnya asma dilakukan pemeriksaan secara konfrehensif dengan menggunakan alat ukur seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 : Pengkajian untuk Menentukan Beratnya Asma
No
Manifestasi klinis
Skor 0
Skor 1
1
Penurunan toleransi beraktifitas
Ya
Tidak
2
Penggunaan otot nafas tambahan, adanya retraksi interkosta
Tidak ada
Ada
3
Whezing
Tidak ada
Ada
4
Respiratori rate permenit
<25
>25
5
Pulse rate permenit
<10
>120
6
Teraba Pulsus Paradoksus
Tidak ada
Ada
7
Puncak Ekspiratori Flow Rate (L/menit)
>100
<100
Keterangan : Jika terdapat skor 4 (empat) atau lebih, maka pasien diperkirakan mengalami asma berat (Somantri. I, 2009: 54)
6.       Penatalaksanaan
1)      Diluar serangan
a)      Menjauhi bahan alergi dan pencetus
b)      Menghindari kelelahan
c)      Menghindari perubahan suhu yang ekstrim
d)     Menghindari tertawa berlebihan
e)      Menyembuhkan infeksi kronis salurana nafas atas (sinusitis)
f)       Operasi polip
g)      Operasi hernia diaphragmatika
h)      Olah raga berenang atau
i)        Olah raga senam nafas sehat (SNS)
j)        Desensitisasi
k)      Vaksinasi terhadap influenza
2)      Saat serangan
a.       Obat pelega (Quick-relieve medication, or reliever or rescuer)
b.      Obat pengendalian jangka panjang atau long-term control medication.
3)      Kombinasi bronkodilator dengan anti-inflamasi, yang sering diberikan dengan cara inhaler atau nebulizer.
(Alsagaff. H, 2004: 52).
2.1.4        Serangan Berulang Asma Bronkiale
a.       Pengertian
Serangan berulang adalah kondisi jatuh lagi yang biasanya lebih parah dari kondisi sebelumnya yang sering dijumpai pada penderita asma bronkiale. Terjadinya serangan dapat dikaitkan dengan faktor-faktor pencetus serangan asma bronkiale dapat dirasakan sangat membebani penderita (Setiadi, 2007: 56)
b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi serangan berulang asma bronkiale
1.      Faktor intrinsik
Asma Non-Alergik (asma intrinsik) merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan alergen secara spesifik.
a)      Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah satu pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkiale. Diperkirakan, dua pertiga (2/3) penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan (Muttaqin. A, 2008: 173).
Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasokonstriksi) dan rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensori) (Sundaru. H, 2006: 245).
b)      Kerja fisik yang berat
Sebagian penderita asma bronkiale akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah contoh dua jenis kegiatan yang paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
c)      Tekanan jiwa/emosi
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tapi pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil keperibadiannya.
2.      Faktor Ekstrinsik
Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pernafasan allergen. Allergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan, dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai Antigen Presenting Cells (APC).
a)      Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagodes Pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang lainnya dan lain-lain.



b)      Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkiale (Muttaqin. A, 2008: 174).
Asma akibat kerja merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi saluran napas yang reversible/saluran napas yang hiperesponsif terhadap berbagai sebab/kondisi yang berhubungan dengan lingkungan kerja tertentu dan tidak terhadap rangsangan yang berasal dari luar tempat kerja.
Ada 2 (dua) jenis asma akibat kerja antara lain :
a)      Sindrom chest tightness, mengi, sesak dan batuk yang timbul setelah terpajan dengan lingkungan kerja yang memerlukan masa laten.
b)      Asma akibat kerja yang timbul tanpa memerlukan masa laten yang biasanya disertai dengan pemajaman kadar iritan tinggi, gejalanya berbeda dari asma masa laten.
Gejala utama asma akibat kerja adalah adanya mengi pada waktu atau sesudah bekerja. Waktu yang diperlukan dari mulali terpajan oleh polutan dilingkungan kerja sampai timbulnya gejala klinis disebut masa laten. Secara klinis asma akan lebih sering timbul pada hari kerja dibandingkan hari libur.
Banyak bahan dalam lingkungan kerja yang dapat menimbulkan asma, baik melalui mekanisme imunologis ataupun nonimunologis. Kebanyakan bahan tersebut merupakan bahan organic asal bulu binatang atau tanaman. Bahan kimia anorganik biasanya merupakan iritan dan dapat menjadi alergik karena berupa hapten yaitu :
1)      Bahan asal binatang
Penelitian diberbagai pusat menunjukkan bahwa 15% dari mereka yang mempunyai kontak teratur dengan binatang laboratorium menunjukkan gejala alergi. Gejala alergi pertama adalah keluhan hidung, kemudian disusul dengan gejala aliran napas.
2)      Bahan asal tanaman
Bahan asal tanaman sering dilaporkan sebagai penyebab paling banyak asma akibat kerja. Asma timbul setelah terpapar 3-5 tahun terus-menerus.
3)      Bahan asal kimia
Banyak bahan kimia baik yang sederhana maupun kopleks yang dapat menimbulkan asma (Teguh. H, 2001 :33).
c)      Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, gas iritan asal industri, seperti asap pabrik/kendaraan, asap rokok, dan bau tajam serta udara dingin (Sibuea. W, 2006: 56).